Latest News

.

.

Senin, 01 Agustus 2016

CERITA KONFLIK SUKU DI TIMIKA: PTFI MEMAINKAN KOFLIK SUKU MELALUI TNI POLISI DAN PEMERINTAH DI TIMIKA



Timika sebuah Daerah yang luas dan kaya akan Sumber Daya Alamnya. Kekayaan ini membuat sekian ribu suku berbondong - bondong datang  untuk mencari uang demi hidup Mereka. Misalnya orang Bugis Makasar datang untuk berdagang menyerap sebanyak mungkin uang yang di caikan PTFI buat kontraktor dan Karyawan. Demikian juga orang Toraja,selain datang ke timika untuk Usaha  dan berdagang, mereka juga berusaha merebut posisi di Pemerin tahan Daerah  dan Freeport. Orang Menado selain menguasai Bisnis hiburan yaitu Bar dan Kafe juga mayoritas mereka bekerja di PTFI. Sedangkan orang Jawa selain sebagai Transmigrasi,mayoritas mereka bekerja di PTFI dan Pedagang osongan. Sedangkan Orang Sumatera,hampir sama dengan Toraja selain sebagai Pengusaha,mereka berusaha menguasai Pemerintah dan PTFI. Sedangkan orang Key mayoritas sebagai Pendulang dan pengangguran di Timika.

Orang  Papua dari gunung yang paling banyak  merantau di daerahnya Orang Amungme dan Kamoro ini adalah , Suku Dani dan Mee dan di ikuti oleh Moni dan Damal. Sedangkan Orang Papua Pesisir yang banyak merantau ke Timika adalah;dari Suku Sentani dan Biak lalu di ikuti suku lainnya.

Istilah Perang Suku, sebenarnya sebuah Istilah yang di Populerkan oleh Media Indonesia untuk menciptakan opini politik ke publik bahwa orang Papua itu masih Primitif dan identik dengan kekerasan. Dan istilah ini populer  pada tahun 2006. Saat itu terjadi Konflik antara gabungan suku Dani Sinak,Gome dan Damal di Ilaga Vs Dani, Damal juga dari wilayah sekitar. Yang dalam konflik ini kubuh bawah di pimpin oleh Yacobus Kogoya dan Kubuh atas Negro Kogoya serta kubuh tengah di pimpin oleh Elminus Mom SE(Ketua DPRD Mimika Sekarang). Yang sebenarnya  perang ini adalah perang Kolaborasi antar sesama suku dalam keluarga. Karena dalam perang demikian biasanya bila dalam satu keluarga Mama Dani dan Bapak Damal, ada beberapa anak laki –laki ,maka mereka akan membagi orang bergabung berperang. Dimana ada beberapa orang yang bergabung dengan  kelompok om atau pamannya, dan ada sebagian yang gabung dengan kubuh bapaknya.Sehingga yang terjadi itu bukan perang Suku tetapi konflik dalam keluarga.

Istilah Perang  Suku di Timika ini mulai populer pada tahun 2006 pasca kerusuhan warga terhadap PTFI tahun 1996, yang di  akibatkan oleh  ketidak adilan yang dilakukan PTFI terhadap orang Asli Papua kususnya terhadap orang Amungme melalui militer dan kebijakan PTFI yang menyingkirkan mereka  dari tanah leluhur mereka.Sehingga tujuh suku  membalas ketidak adilan yang terjadi sekitar 30 tahun ini dengan melakukan pengrusakan PTFI.

Biasanya,setiap konflik di timika yang terjadi antara suku - suku di gunung media menamakannya dengan istilah perang Suku. Padahal pada tanggal 24 – 30 Mei 2016 terjadi konflik antara Suku Toraja dengan Key, dari tanggal 1 – 6 Maret 2016 terjadi konflik antara Key dengan Madura, Dani Vs Ambon tanggal 12 – 17 Agustus 2014, Media tidak menyebutnya sebagai Perang Suku. Padahal mereka berperang juga menggunakan atribut adat mereka. Kemudian waktu Key lawan Suku Dani sekitar 1 minggu tahun 2010 di Bendungan timika akibat perselingkuhan, media juga tidak menyebutnya dengan kata Perang Suku. Padahal suku - suku ini juga berperang dengan menggunakan atribut adat Mereka. Jadi Istilah Perang Suku adalah Kalimat Politik untuk menyatakan orang gunung dan Papua masih primitif.

Di dalam kasus pengrusakan terhadap PTFI 1996, PTFI mengalami kerugian yang  besar. Dan karena mengalami kerugian yang sangat besar, PTFI melihat ada beberapa pihak sebagai ancaman dia. Misalnya TPN/OPM dengan Kelly Kwalik, kemudian Lemasa dan Lemasko yang hingga kini ganta ganti pengurus sesauai harapan PTFI,Tujuh Suku dan AMPTPI dengan Ketuanya  Hans Magal sehingga Hans di hentikan beasiswa oleh LPMAK.

Padahal bila kita amati kerusuhan perusakan PTFI pada tahun 1996 ini, dapat di katakan  bahwa konflik ini di skenario sendiri oleh pasukan Khusus Indonesia (Kopasus). Karena saat aksi pengrusakan berlangsung, beberapa anggota Kopasus menggunakan Koteka yaitu atribut adat papua menyusup masuk gabung dalam masa aksi dengan duluan mereka yang bakar obyek vital ini untuk memberi contoh kepada warga setempat. Sehingga ini bias menjadi contoh, bila ada konflik belakangan ini, dapat kami katakan, apakah Aksi - aksi perang belakangan ini juga lahir dari penyusupan kelompok ini?, termasuk mogok karyawan  PTFI  belakangan?. Kemudian apakah isu perpanjangan Kontrak Karya, kepemilikan Saham PTFI dan perebutan Presiden PTFI juga di boncengi kelompok ini? Perlu di Jawab. Karena Pemerintah baik pusat dan daerah telah membiarkan dan memanfaatkan konflik konflik lokal ini untuk berbagai kepentingan mereka. Dimana elit Politik di Jakarta untuk memintah bagian dari PTFI dengan menawarkan keamanan dengan memanfaatkan kewenangan yang negara berikan. Bahkan ada sekelompok elit Indonesia berusaha untuk mengusir PTFI keluar dari Indonesia dengan mengeluarkan kebijakan - kebijakan yang mengganggu aktifitas usaha ini. Sementara PTFI terlihat memanfaatkan jasa Pemerintah daerah di Timika dan TNI/Polisi menjaga aset ini agar tidak terganggu oleh kelompok warga.Jadi disini terlihat lawan Freeport bukan hanya Warga lokal, AMPTPI,Lemasa,Lemasko tetapi juga elit elit politik di Jakarta yang memintah bagian.

Untuk menghadapi masyarakat lokal, tahap pertama yang harus di lakukan oleh PTFI adalah  meluncurkan program untuk meretakan solidaritas tujuh suku mulai 1996 pasca kerugian PTFI hingga 2005.Dengan Program ini,terlihat keretakan semakin jelas, dia mulai masuk untuk mengahancurkan tujuh suku. Sedangkan untuk menghancurkan solidaritas tujuh suku  yang dianggapnya telah menjadi ancaman buat PTFI mulai 2005 hingga  tahun 2016 ini berusaha menciptakan dan memelihar konflik suku ini dengan baik.

Langka - langka yang di lakukan untuk menghancurkan tujuh  suku adalah, membuang dana satu persen  di tengah  tujuh suku sehingga suku - suku ini berantam saling berebutan dana yang tidak jelas besarnya ini. Hasil dari dana yang di berikan tanpa aturan ini membuat solidaritas tujuh  suku mulai di retakan dengan pembagian porsi dana yang tidak merata sehingga mereka mulai saling curiga.

Sedangkan untuk menghadapi TPN/OPM selain dia memperbanyak Pasukan dan markas TNI di dalam kota Timika, di sepanjang areal kerja    dia perbanyak Pos pengamanan. Dan kelihatanya program ini di sambut baik Mabes TNI dan Polisi. Selain PTFI juga menerima karyawan Militer untuk bekerja sebagai Informan atau agen dalam aktifitas karyawan di luar ribuan militer yang menjaga keamanan secara terbuka. Para Informan dan Agen ini di terima sebagai karyawan PTFI, ada yang melalui prosedur penerimaan,ada juga di luar prosedur.Sehingga pintu masuk untuk bekerja di areal kerja PTFI banyak sekali dan sukar di kontrol. Dan mayoritas dari mereka ini di kerjakan  dengan cara di nyusupkan dalam areal kerja dan mereka beraktifitas sebagaimana biasanya berbaur dengan karyawan lain. Dengan harapan memantau setiap aktifitas karyawan dan aktifitas TPN/OPM,dan bila ada kesempatan menghabisi semua anggota TPN/OPM termasuk  membiayai Densus 88 untuk membunuh Kelly Kwalik tahun 2009.

Untuk melemakan TPN/OPM, Kelly Kwalik menjadi target dengan cara PTFI sepertinya membayar Kapolri  melakukan operasi intelejen dengan  memanfaatkan  peralatan canggih dari Australia yang di berikan kepada Densus 88 dengan memanfaatkan pembunuhan Drew Nicolas Grand tanggal 11 Juli 2009 di Mile - 53 Tembagapura dengan membuang tuduhan pembunuhan ke TPN/OPM.  Selain memintah  intelejen melakukan aksinya  mulai dari mencari tahu simpatisan Kelly Kwalik oleh Informan, menyewa wartawan untuk memastikan wajah dan  suara Kelly Kwalik dan memastikan  tempat tinggal Kelly di kota melalui agen dan Informan.

Tidak sampai disitu. Mereka juga  menciptakan dan memelihara konflik antar suku - suku di gunung untuk hidup dalam saling curiga dan saling tidak percaya dengan harapan  memanfaatkan situasi itu untuk operasi mereka. Selain operasi ini  dibuat untuk mengantisipasi konflik yang akan terjadi pasca pembunuhan Kelly Kwalik.

Methode yang di mainkan militer untuk menciptakan konflik di kalangan suku suku ini, bila kita amati dengan seksama, awalnya mereka biasa mendekati sasaran, kemudian menyusup masuk dalam suku, lalu melepaskan thema -  thma propaganda dan pada puncaknya  mereka menghasut warga untuk mereka beradu. Kinerja demikian ini terlihat gencar di lakukan selama 5 tahun lebih dan mereka memelihara Konflik ini pasca kerusuhan PT.FI 1996.

Dampak dari kinerja intelejen yang melahirkan Konflik antar suku dan keluarga ini  telah membuat Solidaritas antar suku pecah dan mereka hidup tercerai berai. Dimana dari hidup bersama di Kwamki Lama sebagai basis kekuatan seperti sebelum kerusuhan 1996 ini hilang. Orang Mee pindah ke Timika Kota 2006, dan Orang Amungme ke SP.V dan VI serta orang Nduga ke Kilometer XI tahun 2007, serta Dani ke Ililae SP III Timika. Sehingga dalam keseharian, mereka hidup sendiri - sendiri di luar solidaritas sebagai sama - sama orang gunung.

Terciptanya hidup tercerai - berai ini disini, menjadi harapan PTFI  dalam rangka menghancurkan Solidaritas tujuh suku yang di anggapnya mempunyai potensi mengganggu atau membuat konflik serupa di kemudian hari sebagaimana 1996. Dan mereka masih terus menjaga dan memelihara  ini melalui Polisi dan TNI yang di beri kepercayaan oleh negara untuk menjaga keamanan dan pemerintah memfasilitasi kinerja ini berjalan mulus..

Jadi bila terjadi konflik seperti sekarang di timika,mereka pasti hanya akan menonton orang Papua yang saling serang dan saling bantai antar sesama dengan atribut adat yang media menyebutnya Perang Suku. Padahal bila kita bandingkan dengan   aksi tuntutan Papua merdeka secara damai yang di lakukan orang  Papua,sekitar seribuan TNI/Polisi dari semua kesatuan di turunkan sekejap saja untuk siap melakukan eksekusi penangkapan, penyiksaan bahkan siap menembak mati orang Papua. Walau aksi damai ini  berangsung sekitar 1 jam saja dan penuh damai.

Semua orang harus bandingkan dengan konflik suku di timika yang selalu memakan belasan korban dan memakan waktu yang lama.Namun tidak ada tindakan apa - apa dari Polisi dan TNI  sama sekali. Malah mereka yang di tugaskan untuk megamankan perang ini,ke TKP bukan untuk mengamankan konflik yang terjadi,namun mereka hanya menonton dan merekam aksi kekerasan yang di peragakan oleh pihak yang bertikai dengan Hendphone atau  kamera sebagai Dokumentasi buat anak istri mereka di rumah lihat dan nonton.

Media selalu melihat Konflik keluarga ini sebagai Perang Suku hanya karena mereka yang berkonflik ini menghiasi badan dengan arang dan tanah di badan dan menggunakan busur dan Panah sebagai atribut adat. Sehingga media menyebarkan thema propaganda bahwa konflik atau tawuran tersebut sebagai Perang Suku dengan harapan korannya laku dan semua yang membaca korannya  menyebut orang Papua Primitif dengan melupakan bahwa  konflik  ini terjadi karena  telah di skenario PTFI melalui TNI/Polisi dan Pemerintah.

Kalau betul Polisi tunduk dan menghargai hukum, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengaturnya sehingga pihak bertikai harus di tindak. Dimana  seseorang bisa  di tangkap Polisi walau aksinya hanya dalam tahap niat saja. Namun yang terjadi di Timika, sebenarnya terduga telah memenuhi unsur - unsur tindak Pidana percobaan, namun Polisi membiarkan warga membawa anak  Panah dan saling serang di depan Mereka. Padahal tindakan mereka ini sudah memenuhi unsur hukum pidana dimana  telah ada Niat, sudah ada permulaan Pelaksanaan, Konflik telah melebar dan telah jatuh Korban. Sehingga tidak dibenarkan untuk Pihak kepolisian melakukan penanganan konflik demikian secara Prefentif dan harus melakukan tindakan represif sesuai Undang  - undang  Kepolisian.  Sehingga dengan pembiaran yang di lakukan TNI/Polisi dan Pemerintah terhadap Konflik yang memakan bulan ini telah menunjukan,sengaja di biarkan karena ada kepentingan tertentu yaitu penghancuran solidaritas orang Papua yang menjadi ancaman kepada PTFI dan negara.
Belakangan ada stingma oleh pihak TNI/polisi dan Pemerintah daerah Mimika kepada KNPB bahwa mereka yang menskenario konflik ini. Sebenar nya upaya ini sendiri adalah strategi dari pihak Pemerintah yang telah gagal membangun Mimika dan untuk menutupi keterlibatannya dalam konflik ini.Sehingga tuduhan ini dapat di katakan  mengalikan  perhatian dan menutupi konflik yang masih berjalan. Bahkan tuduhan kepada KNPB ini dalam rangka menutupi diri mereka yang telah gagal dan mendapat kritikan dari publik mengenai konflik suku di Kwamki lama.

Tuduhan kepada KNPB ini bagaian dari ungkapan rasa takut PTFI, TNI/ Polisi dan negara serta Pemerintah Daerah  karena mereka telah membangun Solidaritas Warga Asli kembali  dengan cara - cara damai. Sehingga keberhasilan KNPB ini di lihat sebagai ancaman kepada PTFI dan negara. Karena sudah melihatnya sebagai ancaman, mereka mulai menghancurkan lembaga ini di dahului dengan pembentukan opini bahwa  KNPB adalah lembaga kekerasan. Sehingga tuduhan KNPB ini sudah bagian dari operasi mereka sebelum mengambil tindakan represi. 

Jadi tuduhan itu,mereka sedang menggiring pikiran publik baik di timika maupun di luar timika bahwa KNPB adalah lembaga kekerasan. Padahal bila kita lihat dari dekat, lembaga ini telah mulai membangun solidaritas dengan menghindari  kekerasan. Sebelum menggiring opini publik sebenarnya operasi kepada KNPB sudah berlangsung lama.Dimana KNPB  di isolasi TNI/Polisi dan Pemerintah daerah dengan operasinya tidak memberikan Ijin melakukan aksi - aksi damai, dan pemerintah kabupaten Mimika  menutup semua ruang yang bisa di gunakan KNPB  untuk aksi.

Pada tahun 2007 sesuai LKPJ Bupati terbaca, saat perang di Kwamki lama antara Kubuh Bawah yang di Pimpin Yohanes Kogoya dan Kubuh atas yang di Pimpin Elminus Mom (Ketua DPRD sekarang), pemerintah Daerah melalui Klement Tinal (wakil gubernur sekarang) memberikan uang sekitar 500 juta kepada Pihak Kemanan dengan alasan agar TNI/polisi dapat menyelesaikan Konflik ini. Padahal tindakan Pemerintah daerah ini hanya untuk menutupi skenario besar mereka dari publik yaitu keterlibatannya dalam rangka memecah solidaritas 7 suku untuk PTFI. Dan mayoritas DPRD yang tidak mengerti tentang kinerja ini beranggapan bahwa uang itu akan menyelesaikan masalah konflik Kwamki Lama. Padahal di balik keyakinan mereka, bantuaan itu hanya sebagai tameng atau skenario menutupi operasi yang lagi di lakukan. Walaupun kinerja mereka rapi, namun di lain sisi operasi mereka terbongkar dengan  malam hari ada suplay bahan Makanan buat mereka yang bertikai oleh pihak Pemda. Bahkan publik heran karena, uang dalam jumlah besar telah di berikan namun konflik di Kwamki lama belum juga  selesai,sehingga terus menimbukan korban yang banyak.Dan bantuan makan -  minum ini  sama dengan yang terjadi dalam konflik Djayanti dan Konflik lainnya.

Sebelum pembunuhan Tuan Kelly Kwalik, juga terjadi konflik demikian. Dimana awalnya  mereka menciptakan Konflik antara suku Dani  Damal VS  Damal Amungme. Dan terakhir mereka mengadu orang Biak dengan orang Mee dan Polisi membekap konflik antara suku Mee dan Amungme di Irigasi timika. Dan saat suku - suku ini hidup saling bermusuhan,satu sama lainnya mereka membunuh Kelly Kwalik. Dan untuk mengamankan operasi pembunuhan ini, Pasca kematian Kelly Kwalik Intelejen sebarkan isu  propaganda bahwa yang bunuh Kelly Kwalik adalah orang Amungme sendiri kepada orang Dani dan Mee untuk menahan laju protes mereka.

Cerita ini sama dengan konflik antara Suku Moni,Amungme dan sebagian orang  Mee  yang  berkonflik lawan orang Dani,Damal di Djayanti Timika. Dalam kasus ini areal Konflik yang ada di pinggir hutan sehingga Polisi mengisolasi mereka di dalam areal perang dari pandangan perhatian umum dengan menjaga mata jalan masuk agar tidak di masuki media. Padahal selama sekitar  5 bulan lebih mereka saling aduh dan saling membunuh  publik tidak mengetahuinya .Yang aneh dari konflik - konflik ini,bila ada hari besar nasional mereka menghentikan perangnya untuk mengenang hari besar itu.Misalnya dalam konflik Djayanti menjelang perayaan 17 Agustus kedua kubuh hentikan perang sejenak dan setelahnya,perang kembali berlangsung.Begitu juga konflik di Kwamki lama.

Konflik di Kwamki lama 2007 awalnya,kubuh tengah yang di pimpin Elminus Mom SE ( sekarang ketua DPRD) memintah agar orang Mee tempel kertas bertuliskan;”rumah ini milik orang Mee” di depan pintu rumah mereka dengan alasan pihak yang berkonflik yaitu suku Dani dan Damal ini bisa membedakan mana rumah orang Dani dan mana rumah orang suku lain.

Belakangan ide ini hanya sebuah strategi dari penyusup saja untuk melebarkan konflik ke suku lain. Karena orang Mee walau  telah menempel kertas pemberitahuan sebagaimana anjuran bahwa rumah ini milik orang Mee di Pintu masuk rumah, namun pihak yang berkonflik masih juga  membunuh            2 orang Mee .

Kondisi perang di tahun 2007 ini sama dengan perang kali ini.Perang kali ini,di awali dengan tertabraknya seorang pemuda dari keluarga Hosea Onggomang  dan kubuh atas menuduh kubuh bawah yang sengaja melakukan penabrakan. Padahal kasus ini oleh kedua kubuh telah di bawah ke pihak kepolisian dan di upayakan damai sekitar 2 bulan dan tidak berhenti maka terjadi saling serang antar keluarga Hosea Onggomng dan Altinus Komagal.Kubuh Altimus Komagal lebih marah lagi dengan kematian anak perempuanya yang setelah di bunuh di buang di kantor DPRD baru Jl.Cendrawasih Timika sehingga terjadi saling serang antar mereka.

Dalam kasus ini, cara polisi mengadu mereka adalah dengan cara mempengaruhi psikologi pihak Hosea Onggomang  dengan methode; pihak Polisi dan TNI hanya menonton konflik yang terjadi dengan memarkir semua personil dan mobil Dinas di depan rumah Atimus Komangal. Dengan  akifitas  TNI/ polisi yang secara Visual publik melihatnya sebagai tindakan menjaga keamanan ini, hanya melakuan foto- Foto dan merekam Vidio sebagai dokumentasi pribadi mereka.

Disini, Pemarkiran kendaraan Dinas TNI/polisi  dan pasukan di kubuh Atimus Komagal itu secara Psikologi telah membuat Kubuh Hosea marah kepada pihak Keamanan.Karena dengan logika mereka,tindakan TNI/Polisi ini di anggap memihak Atimus Komangal. Bahkan isu yang muncul di kubuh atas, Kendaraan Dinas TNI/Polisi dan pasukan di parkir semua di Kubuhnya Atimus Komangal karena Atimus telah membayar TNI/Polisi  500 Juta, sehingga himbauan damai dari  semua pihak tidak akan di terima oleh kubuh Hosea. Jadi penyusup melepaskan thema” Atimus komangal telah membayar TNI/polisi degan uang 500 juta ini saat TNI/Polisi menumpuk pasukan dan Mobil Dinas mereka selama 1 bulan di kubuh Atimus Komangal.Sehingga tindakan TNI/Polisi di kubuh Atimus ini memberi keyakinan akan opini yang di lepaskan penyusup

Logika dari kubuh Hosea ini benar,karena yang seharusnya di buat  Polisi adalah bertindak netral tanpa memihak ke kubuh Atimus Komangal atau kubuh Hosea.Namun yang harus di ketahui Hosea adalah,ini bukan menjaga keamanan tetapi ini perang Psikologi kepda mereka agar konflik jalan terus untuk menghancurkan solidaritas mereka yang telah menjadi ancaman buat PTFI. Bahkan masyarakat sipil lain yang tidak terlibat Konflik,melihat kehadiran pihak Polisi/TNI di lokasi perang ini sebagai tindakan pengamanan. Padahal bila kita lihat dari dekat kehadiran mereka ini sedang membuat perang psikologi sekaligus menutupi operasi rahasia mereka.

 Dalam Konflik ini terlihat ada pembiaraan oleh Polisi. Karenaa  mereka juga tidak mengembangkan beberapa methode pilihan untuk menghentikan konflik ini. Selain mereka berharap agar konflik selesai di luar tanggung Jawabnya. Seakan polisi hanya memiliki  methode kekerasan yaitu menembak pihak yang saling serang.  Buktinya, terakhir Kapolres menembak Domin dan Hosea Onggomang saat warga masuk menyerang kubuh Atimus di depan mereka untuk melahirkan sok terapi buat para penyerang.

Ada methode lain yang di pakai kepolisian untuk menjawab tuntutan publik untuk polisi bisa segera hentikan perang. Yaitu Pimpinan perang  di tangkap. Dan untuk meyakinkan publik,betul pokok atau pimpinan perang di tangkap. Dan itu di ekspos secara besar - besaran dan di baca publik sebagai upaya Polisi yang luar biasa. Namun setelah di tangkap dan di tahan 1 minggu, mereka di bebaskan lagi dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal setelah kami cek kepada mereka yang di bebaskan, keluarga datang membayar pihak kepolisian sejumlah uang sehingga dengan alasan tidak cukup barang bukti mereka di pulangkan ke rumah secara rahasia tanpa di ketahui publik. Pembebasan mereka ini dalam strategi militer adalah; Bimbingan Asuh dimana suatu klak mereka akan di pakai lagi sebagai alat untuk menciptakan konflik dan memelihara konflik kepentingan mereka tadi dalam rangka tidak boleh ada solidaritas lagi di timika karena itu ancaman buat Bos besar PTFI.

Biasanya  agar  Polisi terkesan memelihara keamanan,Polisi tipu - tipu menangkap pokok perang dan di beritakan di Media secara luas di baca. Kunjungan kapolres dan Kapolda ke lokasi perang juga di ekspos besar besaran ke publik dan di beritakan di berbagai media sebagai upaya mengamankan perang. Sehingga Publik yakin masalah ini akan cepat selesai. Nyatanya tidak demikian.Kehadiran mereka adalah bagian dari operasi menutupi konflik yang masih berlangsung tanpa berbuat apa - apa.

Selain itu Polisi juga menerapkan sebuah methode untuk  untuk meyakinkan pihak pihak yang akan malakukan monitoring ke Kwamki Lama, bahwa ada penanganan masalah. Dimana pihak Kepolisin membuat Pos keamanan di pintu masuk Kwamki Narama dan di jalan keluar kwamki lama dan di ekspos besar besaran ke publik supaya terkesan ada upaya penangan konflik. Kemudian di tengahnya ada kantor Polsek Kwamki. Membaca berita ini,publik senang karena  ada penangana dari pihak kepolisian. Padahal Pos – pos ini hanya di tempati Polisi satu minggu awal saja, dan selanjutnya pos kecil yang di bangun dengan Uang rakyat ini di biarkan begitu saja. Sehingga  Pos Polisi ini sekarang di pakai warga sebagai tempat tinggal warga. Belakangan  pihak Pemerintah membangun kantor Camat dan Polsek di Kwamki Narama, namun karena jarang ada aktifitas di lokasi ini malah halaman lokasi kantor kantor  ini menjadi tempat perang warga.Polisi menonton tindakan warga tanpa berbuat sesuatu.

Konflik kemarin bermula dari seorang Perempuan muda bernama Elis ke kali biru di belakang Kwamki. Saat itu,sekitar 6 orang laki – laki perkosa anak perempuan itu hingga jatuh sakit dan di bawah ke rumah sakit namun tidak tertolong dan meninggal dunia. Sebelum meninggal keluarga tanya penyebab kesakitannya,dan anak perempuan ini menjelaskan bahwa dia sakit karena di perkosa 6 laki laki dari kubuh bawah. Lewat kejadian itu,kubuh atas umpan seorang laki - laki dari kubuh bawah di antaranya Jecson Komangal dengan perempuan lain lagi. Dan kedua laki - laki bersama perempuan ke Kali Biru, dan sementara bersama perempuan ini, kedua laki laki di panah kubuh atas hingga Jacson Komangal mati dalam kali tanggal 11 Mei 2016. Mulai saat itu, terjadi saling serang antar mereka.Puncaknya kubuh bawah membunuh Korinus Kulla tanggal 3 Juni 2016 dan  perang di nyatakan sama sehingga mereka mulai masuk tahap perdamaian untuk perang mau di hentikan. Dalam situasi itu, Pemerintah mengganti Kepala Puskemas Kwamki Narama dari Marthina Magai ke Ibu Emmy Kogoya. Pergantian kedua pimpinan Puskesmas ini  sedikit mendapat penolakan warga termasuk mereka yang bertikai. Lebih lebih orang yang mengelu pelayanan di Puskesma Kwamki Lama selama perang adalah,Ketua DPRD Mimika Elminus Mom dan Yohanes Magai.

Malam sekitar tanggal 1 Juli 2016 ada pihak tertentu membunuh orang Dani bernama Genius Kogoya dengan menancapkan sekitar 20 anak panah. Semua mencurigai kedua kubuh yang bertikai.Namun kedua kubuh yang berperang katakan mereka tidak bertanggung jawab dengan korban, sehingga membuat Suku Dani termasuk warga dari Tolikara, Tiom Lani Jaya hingga Piramit Wamena marah. Mereka siap perang. Sementara berjaga - jaga, tanggal 24 Juli 2016 Petrus Beanal dan  Thomas Kum lewat dan mereka membakar Mobilnya karena di minta turunkan kaca mobil, dia tidak mau turunkan kaca mobil dan menganiyaya korban dan korban lari menyelamatkan diri dalam keadaan luka. Malamnya tanggal 25 Juli 2016 sekitar Pukul,04,00 WIT orang Amungme menyerang kompleks Iliale di Timika sehingga membuat warga mengungsi ke Gereja dengan mereka membakar rumah.

 Sumber: FB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.

.

Populer

BERITA